Batubara
Batubara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Namun demikian, batubara juga memiliki karakter negatif yaitu disebut sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi akibat tingginya kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas alam, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia. Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus energi mereka ke batubara.
Dengan tingkat produksi saat ini (dan apabila cadangan baru tidak ditemukan), cadangan batubara global diperkirakan habis sekitar 112 tahun ke depan. Cadangan batubara terbesar ditemukan di Amerika Serikat, Russia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan India.
Produsen Batubara Terbesar pada Tahun 2016¹
Negara | Volume Produksi (setara juta ton minyak) |
China | 1685.7 |
Amerika Serikat | 364.8 |
Australia | 299.3 |
India | 288.5 |
Indonesia | 255.7 |
Russia | 192.8 |
Afrika Selatan | 142.4 |
¹ bahan bakar padat komersil sebagai contoh batubara bituminous coal, anthracite (batubara keras), batubara lignite and muda (sub-bituminous)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2017
Batubara di Indonesia
Produksi & Ekspor Batubara Indonesia
Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.
Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.
Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia adalah:
1. Sumatra Selatan
2. Kalimantan Selatan
3. Kalimantan Timur
Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara (terutama di Sumatra dan Kalimantan).
Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang batubara Adaro Energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi batubara mereka sendiri.
Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi batubara, sisanya dijual di pasar domestik.
Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara:
2014 | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | |
Produksi (dalam juta ton) |
458 | 461 | 456 | 461 | 425¹ | 400¹ |
Ekspor (dalam juta ton) |
382 | 375 | 365 | 364 | 311¹ | 160¹ |
Domestik (dalam juta ton) |
76 | 86 | 91 | 97 | 114¹ | 240¹ |
Harga (HBA) (USD/ton) |
72.6 | 60.1 | 61.8 | n.a. | n.a. | n.a. |
¹ proyeksi
2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | |
Produksi (dalam juta ton) |
217 | 240 | 254 | 275 | 353 | 412 | 474 |
Ekspor (dalam juta ton) |
163 | 191 | 198 | 210 | 287 | 345 | 402 |
Domestik (dalam juta ton) |
61 | 49 | 56 | 65 | 66 | 67 | 72 |
Harga (HBA) (USD/ton) |
n.a | n.a | 70.7 | 91.7 | 118.4 | 95.5 | 82.9 |
Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and Mineral Resources
Selama tahun 2000-an, "boom komoditas" menjadikan industri pertambangan batubara sangat menguntungkan karena harga batubara cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak perusahaan Indonesia dan keluarga kaya memutuskan untuk mengakuisisi konsesi pertambangan batubara di pulau Sumatera atau Kalimantan pada akhir tahun 2000an. Waktu itu batubara dikenal sebagai "emas baru".
Apa yang mendorong peningkatan produksi dan ekspor batubara di Indonesia pada waktu itu?
-
Batubara adalah kekuatan dominan di dalam pembangkitan listrik. Paling sedikit 27 persen dari total output energi dunia dan lebih dari 39 persen dari seluruh listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara karena kelimpahan jumlah batubara, proses ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, dan persyaratan-persyaratan infrastruktur yang lebih murah dibandingkan dengan sumberdaya energi lainnya.
-
Indonesia memiliki cadangan batubara kualitas menengah dan rendah yang melimpah. Jenis batubara ini dijual dengan harga kompetitif di pasar internasional (ikut disebabkan karena upah tenaga kerja Indonesia yang rendah).
-
Indonesia memiliki posisi geografis strategis untuk pasar raksasa negara-negara berkembang yaitu RTT dan India. Permintaan untuk batubara kualitas rendah dari kedua negara ini telah naik tajam karena banyak pembangkit listrik bertenaga batubara baru yang telah dibangun untuk mensuplai kebutuhan listrik penduduknya yang besar.
Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India, Jepang dan Korea Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara menyumbang sekitar 85 persen terhadap total penerimaan negara dari sektor pertambangan.
Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia:
Bulan | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 |
2016 | 2017 |
Januari | 109.29 | 87.55 | 81.90 | 63.84 | 53.20 | 86.23 |
Februari | 111.58 | 88.35 | 80.44 | 62.92 | 50.92 | 83.32 |
Maret | 112.87 | 90.09 | 77.01 | 67.76 | 51.62 | 81.90 |
April | 105.61 | 88.56 | 74.81 | 64.48 | 52.32 | 82.51 |
Mei | 102.12 | 85.33 | 73.60 | 61.08 | 51.20 | 83.81 |
Juni | 96.65 | 84.87 | 73.64 | 59.59 | 51.87 | 75.46 |
Juli | 87.56 | 81.69 | 72.45 | 59.16 | 53.00 | 78.95 |
Augustus | 84.65 | 76.70 | 70.29 | 59.14 | 58.37 | 83.97 |
September | 86.21 | 76.89 | 69.69 | 58.21 | 63.93 | 92.03 |
Oktober | 86.04 | 76.61 | 67.26 | 57.39 | 69.07 | 93.99 |
November | 81.44 | 78.13 | 65.70 | 54.43 | 84.89 | 94.84 |
Desember | 81.75 | 80.31 | 69.23 | 53.51 | 101.69 | 94.04 |
Rata-Rata | 95.5 | 82.9 | 72.6 | 60.1 | 61.8 | 85.9 |
dalam USD/ton
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources
Prospek Masa Depan Sektor Pertambangan Batubara Indonesia
Boom komoditas pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara. Kenaikan harga komoditas ini - sebagian besar - dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Kendati begitu, situasi yang menguntungkan ini berubah pada saat terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008 ketika harga-harga komoditas menurun begitu cepat. Indonesia terkena pengaruh faktor-faktor eksternal ini karena ekspor komoditas (terutama untuk batubara dan minyak sawit) berkontribusi untuk sekitar 50% dari total ekspor Indonesia, sehingga membatasi pertumbuhan PDB tahun 2009 sampai 4,6% (yang boleh dikatakan masih cukup baik, terutama didukung oleh konsumsi domestik). Pada semester 2 tahun 2009 sampai awal tahun 2011, harga batubara global mengalami rebound tajam. Kendati begitun, penurunan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan batubara, sehingga menyebabkan penurunan tajam harga batubara dari awal tahun 2011 sampai tengah 2016.
Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan pelemahan tajam perekonomian RRT), penurunan permintaan komoditas, ada pula faktor lain yang berperan. Pada era boom komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak perusahaan pertambangan baru yang didirikan di Indonesia sementara perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada meningkatkan investasi untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan kelebihan suplai yang sangat besar dan diperburuk oleh antusiasme para penambang batubara di tahun 2010-2013 untuk memproduksi dan menjual batubara sebanyak mungkin - karena rendahnya harga batubara global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan keuntungan.
Pada paruh kedua 2016 harga batubara melonjak ke level yang kita lihat awal 2014, sehingga memberikan angin segar ke industri pertambangan. Kenaikan harga ini dipicu oleh pulihnya harga minyak mentah, meningkatnya permintaan batubara domestik di Indonesia seiring dengan kembalinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru, namun yang lebih penting lagi yaitu kebijakan penambangan batubara China. China, produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya. Alasan utama mengapa China ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loans, atau NPLs) di sektor perbankan China. Rasio NPLnya meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2015. Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL ini adalah perusahaan pertambangan batubara China yang mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya kepada bank.
Namun, mengingat aktivitas ekonomi global masih agak suram, arah harga batubara dalam jangka pendek hingga menengah sangat bergantung pada kebijakan batubara China.
Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan tidak menunjukkan indikasi bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil (terutama batubara) akan menurun secara signifikan dalam waktu dekat, sehingga batubara terus menjadi sumber energi vital. Kendati begitu, teknologi batubara bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa mendatang (sebagian karena faktor komersil) dan Indonesia diharapkan akan terlibat secara aktif di dalam proses tersebut sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertambangan batubara. Teknologi batubara bersih ini difokuskan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara namun teknologi ini belum berkembang cukup baik. Kegiatan-kegiatan hulu yang terkait dengan pertambangan batubara, seperti pengembangan waduk-waduk coalbed methane (CBM) yang potensinya banyak dimiliki oleh Indonesia, telah mulai mendapatkan perhatian belakangan ini.
Kebijakan Pemerintah Indonesia mempengaruhi industri pertambangan batubara nasional. Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia meminta para produsen batubara untuk mencadangkan jumlah produksi tertentu untuk konsumsi dalam negeri (domestic market obligation). Selain itu, Pemerintah dapat menyetel pajak ekspornya untuk mengurangi ekspor batubara. Selama beberapa tahun terakhir Pemerintah menyatakan keinginan untuk meningkatkan konsumsi domestik batubara sehingga batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025:
Bauran Energi Indonesia:
Energy Mix 2011 |
Energy Mix 2025 |
|
Minyak Bumi | 50% | 23% |
Batubara | 24% | 30% |
Gas Alam | 20% | 20% |
Energi Terbarukan | 6% | 26% |
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Update terakhir pada 5 April 2018