Beras
Beras adalah salah satu produk makanan pokok paling penting di dunia. Pernyataan ini terutama berlaku di Benua Asia, tempat beras menjadi makanan pokok untuk mayoritas penduduk (terutama di kalangan menengah ke bawah masyarakat). Benua Asia juga merupakan tempat tinggal dari para petani yang memproduksi sekitar 90% dari total produksi beras dunia.
Budidaya beras cocok di wilayah-wilayah dengan iklim hangat, biaya tenaga kerja murah dan curah hujan yang tinggi karena budidaya makanan pokok ini membutuhkan banyak tenaga kerja dan suplai air. Wilayah-wilayah yang memenuhi kriteria tersebut kebanyakan berada di Asia. Karakteristik para petani Asia adalah mayoritas berasal dari daerah-daerah miskin dan hidup dalam kondisi kurang berkembang.
Bagian ini mendiskusikan beberapa topik yang berhubungan dengan beras; pasar perdagangan internasionalnya, pentingnya beras di masyarakat Indonesia, produksi beras di Indonesia (dalam perspektif global), dan tentang bagaimana pemerintah Indonesia mendorong produksi beras dalam perjuangannya untuk meraih kembali swasembada beras.
Pasar Beras Internasional
Seperti yang disebutkan di bagian pembukaan, negara-negara produsen beras terbesar di dunia ada di Asia. Tabel di bawah ini menunjukkan lima negara penghasil beras terbesar di dunia.
Lima Produsen Beras Terbesar Dunia Tahun 2014:
Negara | Volume Produksi |
China | 208,100,000 |
India | 155,500,000 |
Indonesia | 70,600,000 |
Bangladesh | 52,400,000 |
Vietnam | 44,900,000 |
Dunia | 741,500,000 |
angka dalam unmilled tons
Sumber: FAOSTAT Data December 2014
Ada sebuah fakta yang menarik mengenai beras yaitu pasar perdagangan internasionalnya sebenarnya sangat sedikit. Menurut penelitian yang dilaksanakan Bank Dunia hanya 5% dari produksi global beras diperdagangkan di pasar internasional dan itu mengimplikasikan bahwa harga beras rentan terhadap perubahan penawaran dan permintaan.
Terlebih lagi, suplai beras internasional berasal hanya dari tiga negara eksportir beras saja, yaitu Thailand, India dan Vietnam. Perubahan-perubahan tiba-tiba dalam kebijakan-kebijakan perdagangan di ketiga negara eksportir ini bisa menyebabkan penimbunan dan spekulasi oleh negara-negara importir beras, dan karena itu bisa secara signifikan menaikkan harga beras dengan resiko berbahaya untuk memperburuk kemiskinan di negara-negara Asia (tempat di mana beras menjadi makanan pokok untuk orang miskin).
Skenario itu terjadi pada tahun 2008 waktu harga beras bertambah secara signifikan dan karenanya tingkat kemiskinan di Asia bertambah. Sebagai respon terhadap situasi tersebut, berbagai negara di benua Asia telah menandatangani persetujuan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) yang mengatur bahwa total 0,78 juta ton beras akan disimpan bersama-sama oleh negara-negara yang berpartisipasi (negara-negara ASEAN ditambah Republik Rakyat Tionghoa, Jepang dan Republik Korea Selatan) untuk digunakan sebagai respon terhadap volatilitas harga beras internasional atau saat dibutuhkan akibat bencana alam atau bantuan kemanusiaan lainnya. Kontribusi beras paling signifikan dalam perjanjian ini berasal dari RRT, Jepang dan Korea Selatan.
Beras di Indonesia
Produksi Beras Indonesia
Meskipun Indonesia adalah negara terbesar ketiga yang memproduksi beras terbanyak di dunia, Indonesia masih tetap perlu mengimpor beras hampir setiap tahun (walau biasanya hanya untuk menjaga tingkat cadangan beras). Situasi ini disebabkan karena para petani menggunakan teknik-teknik pertanian yang tidak optimal ditambah dengan konsumsi per kapita beras yang besar (oleh populasi yang besar). Bahkan, Indonesia memiliki salah satu konsumsi beras per kapita terbesar di seluruh dunia. Konsumsi beras per kapita di Indonesia tercatat hampir 150 kilogram (beras, per orang, per tahun) pada tahun 2017. Hanya Myanmar, Vietnam, dan Bangladesh yang memiliki konsumsi beras per kapita yang lebih tinggi dibanding Indonesia.
Produksi beras di Indonesia didominasi oleh para petani kecil, bukan oleh perusahaan besar yang dimiliki swasta atau negara. Para petani kecil mengkontribusikan sekitar 90% dari produksi total beras di Indonesia. Setiap petani itu memiliki lahan rata-rata kurang dari 0,8 hektar.
Produksi Beras di Indonesia:
2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 | |
Produksi Beras¹ | 60.3 | 64.4 | 66.4 | 65.4 | 69.1 | 71.3 | 70.9 | 75.4 | 79.2 |
¹ angka dalam unmilled tons
Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations and Kementrian Agrikultur
Provinsi-provinsi Indonesia yang merupakan penghasil beras terbesar adalah:
1. Sumatra Selatan
2. Jawa Barat
3. Jawa Tengah
4. Jawa Timur
5. Sulawesi Selatan
Mengingat bahwa populasi Indonesia mengkonsumsi beras dalam kuantitas besar, dan mengingat resiko dari menjadi importir beras saat harga bahan-bahan makanan naik (yang membebani rumah tangga miskin karena mereka menghabiskan lebih dari setengah dari total pengeluaran mereka untuk bahan-bahan makanan), Indonesia menempatkan prioritas tinggi untuk mencapai swasembada beras. Bahkan, Indonesia memiliki niat untuk menjadi eksportir beras.
Selama beberapa dekade Indonesia telah berjuang untuk mencapai swasembada beras namun hanya berhasil di pertengahan 1980an dan 2008-2009. Pada beberapa tahun terakhir Indonesia perlu mengimpor sekitar 3 juta ton beras setiap tahunnya, terutama dari Thailand dan Vietnam, untuk mengamankan cadangan beras negara. Impor ini dilaksanakan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Badan ini memiliki monopoli untuk impor dan ekspor beras, mengatur proses distribusi dan menjaga stabilitas harga beras di Indonesia. Bulog biasanya menjaga cadangan beras antara 1,5 ton sampai 2 ton melalui membeli beras dari penghasil-penghasil domestik dan eksportir-eksportir asing.
Pemerintah Indonesia menggunakan dua cara untuk mencapai swasembada beras. Pada satu sisi, pemerintah mendorong para petani untuk meningkatkan produksi mereka dengan mendorong inovasi teknologi dan menyediakan pupuk bersubsidi, dan di sisi lain, berusaha mengurangi konsumsi beras masyarakat melalui kampanye seperti "satu hari tanpa beras" (setiap minggunya), sementara mempromosikan konsumsi makanan-makanan pokok lainnya.
Strategi ini untuk sebagian menjadi sukses. Walaupun kebanyakan orang Indonesia menolak untuk mengganti beras dengan bahan-bahan makanan lain, memang produksi beras naik cukup tajam setelah tahun 2014, didukung oleh upaya pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur sawah (irigasi). Pemerintah Indonesia mengalokasikan lebih banyak anggaran negara, yang dihasilkan dari pengurangan subsidi bahan bakar negara pada tahun 2013-2014, untuk pembangunan infrastruktrur di sektor agrikultur mulai tahun 2015. Dalam program ini tiga juta hektar fasilitas-fasilitas irigasi diperbaiki dalam periode 2015-2018. Intervensi-intervensi lebih lanjut termasuk rehabilitasi dari infrastruktur manajemen air lainnya, dan juga distribusi biji, pupuk dan mesin-mesin pertanian.
Karena populasi Indonesia terus bertumbuh, dan mengimplikasikan bahwa akan ada lebih banyak kebutuhan konsumsi makanan di masa depan, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan juga beberapa perusahaan besar di Indonesia baru-baru ini memulai program kemitraan degan para petani kecil penghasil beras dengan tujuan meningkatkan produksi beras melalui program-program pendanaan untuk penggunaan teknologi-teknologi baru dan inovatif.
Selain menjadi kebutuhan primer (makanan) bagi penduduk Indonesia, sawah yang sangat indah di Bali dan Jawa Tengah menarik banyak wisatawan.
Update terakhir: 28 Juni 2017