Industri Manufaktur Otomotif Indonesia
Industri otomotif Indonesia telah menjadi sebuah pilar penting dalam sektor manufaktur negara ini karena banyak perusahaan mobil yang terkenal di dunia membuka (kembali) pabrik-pabrik manufaktur mobil atau meningkatkan kapasitas produksinya di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Terlebih lagi, Indonesia mengalami transisi yang luar biasa karena berubah dari hanya menjadi tempat produksi mobil untuk diekspor (terutama untuk wilayah Asia Tenggara) menjadi pasar penjualan (domestik) mobil yang besar karena meningkatnya produk domestik bruto (PDB) per kapita. Bagian ini mendiskusikan industri mobil di Indonesia.
Indonesia memiliki industri manufaktur mobil terbesar kedua di Asia Tenggara dan di wilayah ASEAN (setelah Thailand yang menguasai sekitar 50 persen dari produksi mobil di wilayah ASEAN). Kendati begitu, karena pertumbuhannya yang subur di beberapa tahun terakhir, Indonesia akan semakin mengancam posisi dominan Thailand selama satu dekade mendatang. Namun, untuk mengambil alih posisi Thailand sebagai produsen mobil terbesar di kawasan ASEAN, itu akan memerlukan upaya dan terobosan besar. Saat ini Indonesia sangat tergantung pada investasi asing langsung, terutama dari Jepang, untuk pendirikan fasilitas manufaktur mobil. Indonesia juga perlu mengembangkan industri komponen mobil yang bisa mendukung industri manufaktur mobil. Saat ini, kapasitas total produksi mobil yang dirakit di Indonesia berada pada kira-kira dua juta unit per tahun.
Per 2017 kapasitas total produksi terpasang mobil di Indonesia adalah 2.2 juta unit per tahun. Namun, pemanfaatan kapasitas tersebut diperkirakan turun menjadi 55 persen pada tahun 2017 karena perluasan kapasitas produksi mobil dalam negeri tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan domestik dan asing untuk mobil buatan Indonesia. Toh, tidak ada kekhawatiran besar tentang situasi ini karena permintaan pasar domestik untuk mobil memiliki banyak ruang untuk pertumbuhan dalam beberapa dekade ke depan dengan kepemilikan mobil per kapita Indonesia masih pada tingkat yang sangat rendah.
Namun, dalam hal ukuran pasar, Indonesia merupakan pasar mobil terbesar di Asia Tenggara dan wilayah ASEAN, menguasai sekitar sepertiga dari total penjualan mobil tahunan di ASEAN, diikuti oleh Thailand pada posisi kedua. Indonesia tidak hanya memiliki populasi besar (258 juta jiwa), tetapi juga ditandai dengan memiliki kelas menengah yang berkembang pesat. Bersama-sama, kedua faktor ini menciptakan kekuatan konsumen yang kuat.
Penjualan Mobil di Wilayah ASEAN:
Negara | 2014 | 2015 | 2016 |
Thailand |
881,832 | 799,632 | 768,788 |
Indonesia | 1,208,019 | 1,013,291 | 1,061,735 |
Malaysia | 666,465 | 666,674 | 580,124 |
Philippines | 234,747 | 288,609 | 359,572 |
Vietnam | 133,588 | 209,267 | 270,820 |
Singapore | 47,443 | 78,609 | 110,455 |
Brunei | 18,114 | 14,406 | 13,248 |
ASEAN | 3,190,208 | 3,070,488 | 3,164,742 |
Sumber: ASEAN Automotive Federation
Tertarik dengan kepemilikan mobil per kapita yang rendah, biaya tenaga kerja yang murah dan semakin bertumbuhnya kelas menengah, berbagai pembuat mobil global (seperti Toyota dan Nissan) memutuskan untuk berinvestasi besar-besaran untuk mengekspansi kapasitas produksi di Indonesia dan mungkin akan mengubahnya menjadi tempat pusat produksi mereka di masa depan. Perusahaan-perusahaan lain, seperti General Motors (GM) telah kembali ke Indonesia (setelah GM menutup pabriknya di Indonesia beberapa tahun sebelumnya) untuk memasuki pasar yang menguntungkan ini. Kendati begitu, perusahaan-perusahaan manufaktur mobil dari Jepang tetap menjadi para pemain dominan dalam industri manufaktur mobil Indonesia, terutama merek Toyota. Lebih dari setengah jumlah total mobil yang dijual secara domestik adalah mobil Toyota. Akan menjadi tantangan berat untuk merek-merek Barat untuk bersaing dengan rekan-rekan Jepang mereka di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai halaman belakang produsen mobil asal Jepang.
Meskipun low-cost green car (LCGC) yang relatif baru di Indonesia telah menjadi populer (lihat di bawah), kebanyakan orang Indonesia tetap lebih memilih untuk membeli mobil MPV (untuk keluarga). Pemimpin pasar di industri mobil Indonesia adalah Toyota (Avanza), didistribusikan oleh Astra International (salah satu konglomerat paling terdiversifikasi di Indonesia yang mengontrol sekitar 50% dari pasar penjualan mobil negara ini), diikuti oleh Daihatsu (juga didistribusikan oleh Astra International) dan Honda.
Visi Pemerintah Indonesia Mengenai Industri Otomotif
Pemerintah Indonesia bertekad untuk mengubah Indonesia menjadi pusat produksi global untuk manufaktur mobil dan ingin melihat produsen-produsen mobil yang besar untuk mendirikan pabrik-pabrik di Indonesia karena negara ini bertekad untuk menggantikan Thailand sebagai pusat produksi mobil terbesar di Asia Tenggara dan wilayah ASEAN. Dalam jangka panjang, Pemerintah ingin mengubah Indonesia menjadi sebuah negara pemanufaktur mobil yang independen yang memproduksi unit-unit mobil yang seluruh komponennya dimanufaktur di Indonesia.
Saat ini, Thailand mengontrol kira-kira 43,5% dalam konteks penjualan di wilayah ASEAN, sementara Indonesia berada di posisi kedua dengan 34% pangsa pasar.
Penjualan Mobil & Pertumbuhan Ekonomi
Ada hubungan antara penjualan mobil dan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan PDB (per kapita) mendongkrak daya beli masyarakat sementara kepercayaan diri konsumen kuat, masyarakat ingin membeli mobil. Namun, pada masa-masa ketidakjelasan perekonomian (ekspansi ekonomi yang melambat dan optimisime yang menurun - atau pesimisme mengenai situasi keuangan pribadi di masa mendatang) masyarakat cenderung menunda pembelian barang-barang yang relatif mahal seperti mobil.
Hubungan antara penjualan mobil domestik dan pertumbuhan ekonomi jelas tampak dalam kasus Indonesia. Antara tahun 2007 sampai 2012, ekonomi Indonesia bertumbuh paling sedikit 6,0% per tahun, dengan pengecualian pada tahun 2009 ketika pertumbuhan PDB ditarik turun oleh krisis finansial global. Di periode yang sama, penjualan mobil Indonesia naik dengan cepat, namun juga dengan pengecualian pada tahun 2009 ketika terjadi penurunan tajam penjualan mobil.
Statistik Pertumbuhan Ekonomi & Penjualan Mobil di Indonesia:
2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
PDB² (annual % change) |
6.3 | 6.0 | 4.6 | 6.2 | 6.2 | 6.0 | 5.6 | 5.0 | 4.8 |
PDB per Kapita² (in USD) |
1,861 | 2,168 | 2,263 | 3,125 | 3,648 | 3,701 | 3,624 | 3,492 | |
Penjualan Mobil (dalam juta unit) |
0.43 | 0.61 | 0.49 | 0.76 | 0.89 | 1.12 | 1.23 | 1.21 | 1.01 |
¹ menunjukkan prognosis
² the base year for computing the economic growth rate shifted from 2000 to 2010 in 2014, previous years have been recalculated
Sumber: Bank Dunia & Gaikindo
Pasca periode Orde Baru, pertumbuhan ekonomi memuncak di tahun 2011 pada 6,2% pada basis year-on-year (y/y). Setelah 2011, Indonesia mulai mengalami periode perlambatan ekonomi yang berkelanjutan, terutama karena guncangan internasional (pertumbuhan global yang lambat dan harga-harga komoditi yang menurun dengan cepat). Kendati begitu, penjualan mobil tidak segera mengikuti pertumbuhan ekonomi yang melambat dan masih bisa mencapai angka penjualan mobil yang tertinggi pada tahun 2013 (1,23 juta mobil terjual). Penundaan penurunan penjualan mobil ikut disebabkan oleh pandangan yang terlalu optimis mengenai perekonomian Indonesia.
Di akhir 2012, lembaga-lembaga seperti Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), Bank Pembangunan Asia dan juga Pemerintah Indonesia gagal untuk memahami besarnya pengaruh perlambatan global. Justru, lembaga-lembaga ini memprediksi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di Indonesia di tahun 2012 dan pertumbuhan yang naik cepat pada level +6% mulai dari tahun 2013 sampai seterusnya. Tetapi karena kondisi global tetap lambat pada tahun 2013-2015, lembaga-lembaga ini harus menurunkan proyeksinya untuk pertumbuhan PDB Indonesia dalam berbagai kesempatan dan karenanya menyebabkan sentimen-sentimen yang menurun.
Kedua, penjualan mobil di Indonesia melambat di tahun 2014 (setelah pertumbuhan selama empat tahun beruntun) karena Pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar bersubsidi dua kali dalam rangka mengurangi tekanan-tekanan berat dalam defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (pada Juni 2013 Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi dengan rata-rata 33% namun hal ini memiliki dampak yang terbatas pada penjualan mobil), sambil menyediakan dana untuk investasi struktural (contohnya dalam pembangunan infrastruktur).
Di awal 2015, subsidi bensin (premium) pada dasarnya dihapuskan sementara subsisi tetap Rp 1.000 per liter ditetapkan untuk diesel (solar). Selama beberapa dekade masyarakat Indonesia menikmati bahan bakar yang murah karena subsidi energi yang berlimpah dari Pemerintah namun pada tahun 2013-2014 reformasi-reformasi membawa kepada kenaikan harga bensin dari Rp 4.500 per liter di awal 2013 menjadi Rp 7.400 per liter di pertengahan 2015, kenaikan harga sebesar 62,9%.
Terlebih lagi, reformasi-reformasi harga bahan bakar bersubsidi ini juga menyebabkan akselerasi inflasi karena efek-efek ronde kedua (karenanya semakin mengurangi daya beli masyarakat Indonesia) karena harga dari berbagai produk (contohnya produk-produk makanan) meningkat karena biaya-biaya transportasi yang lebih tinggi. Baik di tahun 2013 maupun 2014 inflasi mencapai 8,4% (y/y). Sementara PDB per kapita menurun karena perlambatan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, rupiah yang lemah (yang telah melemah sejak pertengahan 2013 karena ancaman pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat) membuat impor lebih mahal. Karena banyak komponen mobil masih perlu diimpor (dalam dollar Amerika Serikat) karenanya meningkatkan biaya-biaya produksi untuk para pemanufaktur mobil Indonesia, harga-harga mobil menjadi lebih mahal. Kendati begitu, para pemanufaktur dan retailer tidak selalu berhasil memindahkan biaya-biaya ini kepada pengguna akhir karena kompetisi yang sengit dalam pasar mobil domestik.
Penjualan Mobil di Indonesia (CBU):
Bulan | Sold Cars 2013 |
Sold Cars 2014 |
Sold Cars 2015 |
Sold Cars 2016 |
Sold Cars 2017 |
Januari | 96,718 | 103,609 | 94,194 | 85,002 | 86,262 |
Februari | 103,278 | 111,824 | 88,740 | 88,208 | 95,163 |
Maret | 95,996 | 113,067 | 99,410 | 94,092 | 102,335 |
April | 102,257 | 106,124 | 81,600 | 84,770 | 89,624 |
Mei | 99,697 | 96,872 | 79,375 | 88,567 | 94,085 |
Juni | 104,268 | 110,614 | 82,172 | 91,488 | 66,389 |
Juli | 112,178 | 91,334 | 55,615 | 61,891 | 85,354 |
Augustus | 77,964 | 96,652 | 90,537 | 96,282 | 97,256 |
September | 115,974 | 102,572 | 93,038 | 92,541 | 87,696 |
Oktober | 112,039 | 105,222 | 88,408 | 92,106 | 94,433 |
November | 111,841 | 91,327 | 86,938 | 100,215 | 96,148 |
Desember | 97,706 | 78,802 | 73,264 | 86,573 | |
Total | 1,229,916 |
1,208,019 | 1,013,291 | 1,061,735 |
2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 | |
Penjualan (unit mobil) |
486,061 | 764,710 | 894,164 | 1,116,230 |
1,229,916 | 1,208,019 | 1,013,291 | 1,061,735 |
Ekspor (unit mobil) |
56,669 | 85,769 | 107,932 | 173,368 | 170,907 | 202,273 | 207,691 |
Sumber: Gaikindo
Bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) menurunkan persyaratan pembayaran untuk pembelian sebuah mobil dalam rangka mendongkrak pertumbuhan kredit (dan pertumbuhan ekonomi) karena pemotongan BI rate dianggap terlalu berisiko menjelang ancaman kenaikan suku bunga Amerika Serikat (menyebabkan pelemahan rupiah), sementara inflasi masih ada di atas cakupan target bank sentral pada pertengahan 2015. Efektif berlaku mulai 18 Juni 2015, konsumen-konsumen Indonesia yang menggunakan pinjaman dari lembaga keuangan untuk membeli mobil pribadi harus membayar uang muka minimum sebesar 25% (dari sebelumnya 30%). Uang muka minimum untuk kendaraan-kendaraan komersil tetap pada 20%. Diperkirakan bahwa sekitar 65% dari pembelian mobil di Indonesia dilakukan secara kredit.
Pengenalan pada Low Cost Green Car (LCGC) di Indonesia
Low-cost green car (LCGC) adalah mobil dengan harga terjangkau, dan efisien menggunakan bahan bakar, yang diperkenalkan ke pasar Indonesia di akhir 2013 setelah Pemerintah telah menawarkan insentif-insentif pajak untuk para pemanufaktur mobil yang memenuhi persyaratan-persyaratan untuk target efisiensi BBM. Mobil-mobil LCGC biasanya memiliki harga kira-kira Rp 100 juta membuat mobil-mobil ini menarik untuk segmen kelas menengah ke bawah yang berjumlah besar di negara ini. Menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir 2015, Pemerintah Indonesia ingin membuat Indonesia menjadi pusat regional untuk produksi mobil-mobil LCGC.
Pemerintah menetapkan beberapa ketentuan dan persyaratan untuk manufaktur mobil-mobil LCGC. Contohnya, konsumsi bahan bakar diharuskan ditetapkan pada paling sedikit 20 kilometer per liter sementara mobil harus memiliki - sebesar 85% - komponen yang dimanufaktur secara lokal (karenanya mengurangi kerentanan harga tipe mobil ini terhadap pelemahan nilai tukar rupiah). Sebagai gantinya, mobil-mobil LCGC dibebaskan dari pajak barang mewah, yang membuat para pemanufaktur dan retailer dapat menetapkan harga yang lebih murah.
Mobil-mobil ini memiliki kapasitas mesin maksimum pada 1.200 kubik sentimeter, dan didesain untuk menggunakan bensin beroktan tinggi. Para pelaku utama dalam industri LCGC Indonesia adalah lima perusahaan manufaktur asal Jepang yang terkenal: Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki dan Nissan. Berbagai model mobil-mobil LCGC telah dijual di pasaran sejak akhir 2013 (termasuk Astra Toyota Agya, Astra Daihatsu Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, dan Honda Brio Satya).
Penjualan Low Cost Green Cars di Indonesia:
2013 |
2014 |
2015 | 2016¹ | |
Penjualan LCGC Indonesia |
51,180 | 172,120 | 165,434 | 41,301 |
¹ Q1-2016
Sumber: Gaikindo
Ekspor Mobil Indonesia
Pemerintah Indonesia juga memiliki harapan-harapan yang tinggi untuk ekspor mobil di negara ini (karena dapat menghasilkan tambahan pendapatan devisa), terutama menjelang implementasi MEA, yang akan mengubah wilayah ASEAN menajdi satu pasar dan area produksi tunggal. MEA akan membuka kesempatan-kesempatan bagi para eksportir untuk meningkatkan perdagangan regional.
Mobil-mobil yang dibuat di Indonesia yang telah diekspor termasuk Toyota Avanza dan Toyota Fortuner, Nissan Grand Livina, Honda Freed, Chevorelet Spin dan Suzuki APV. Pasar-pasar ekspor yang paling penting adalah Thailand, Saudi Arabia, Filipina, Jepang, dan Malaysia.
Proyeksi Penjualan Mobil Indonesia
Proyeksi untuk penjualan mobil di Indonesia bergantung pada performa pertumbuhan ekonomi negara ini. Tanpa rebound harga-harga komoditi yang terjadi dalam jangka waktu pendek atau menengah, penjualan mobil akan sulit untuk bertumbuh dalam kecepatan yang terjadi pada periode 2010-2013. Kendati begitu, pertumbuhan PDB Indonesia diprediksi akan agak membaik di 2016 dan 2017, mengimplikasikan akhir dari perlambatan ekonomi yang terjadi sejak 2011, dan karenanya penjualan mobil mungkin akan bertumbuh sejalan dengan itu (namun dengan laju tidak terlalu cepat).
Ada beberapa faktor yang mendukung penjualan mobil di Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki rasio kepemilikan mobil per kapita yang sangat rendah (kurang dari 4% dari penduduk yang memiliki mobil) mengimplikasikan bahwa ada ruang yang sangat besar untuk pertumbuhan. Kedua, mobil LCGG yang populer dan terjangkau diprediksi akan mendongkrak penjualan. Saat ini penjualan LCGC masih memiliki porsi kecil dalam total penjualan mobil di Indonesia (sekitar 14%) dan karenanya masih ada banyak ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut di segmen LCGC.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memotong proyeksinya untuk penjualan mobil di Indonesia di 2015 (dua kali) menjadi kira-kira 950 ribu sampai 1 juta unit (dari target awal pada 1,2 juta mobil). Lembaga ini pesimis akan terjadi rebound bila harga-harga komoditi global tetap rendah. Pulau Sumatra dan Kalimantan, wilayah-wilayah kunci untuk produksi batubara, minyak sawit mentah dan biji-biji mineral, menjadi pasar penjualan mobil yang menguntungkan yang tidak dapat dimanfaatkan saat ini karena permintaan komoditi global yang lambat. Penjualan mobil diperkirakan akan tetap datar pada tahun 2016.
Untuk jangka panjang, Gaikindo memproyeksikan penjualan mobil Indonesia untuk bertumbuh menjadi 2 juta kendaraan pada 2020 dan menjadi 3 juta pada 2025, sehingga mengambil alih posisi Thailand sebagai pusat mobil terbesar di wilayah ASEAN.
Di-update pada 12 Juli 2017